AMAL SALEH DALAM MENJAGA PERSATUAN DAN KERUKUNAN DALAM ISLAM


AMAL SALEH DALAM MENJAGA PERSATUAN DAN KERUKUNAN DALAM ISLAM

Dalam al Qurán, orang yang beriman dan beramal saleh dijanjikan oleh Allah nanti di akherat akan dimasukkan ke sorga-Nya. Dua kategori itu bisa diraih atau dipenuhi oleh siapapun, baik oleh orang-orang barat maupun orang timur, orang-orang yang bertempat tinggal di bagian selatan maupun utara. Pendek kata semua orang atau siapapun yang masuk kategori beriman dan beramal saleh akan dimasukkan ke sorga.
                Dalam kontek Indonesia, umat Islam juga bertempat tinggal di berbagai pulau dan bahkan juga masuk dalam berbagai organisasi Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, al Washliyah dan lain-lain. Tentu, orang yang tergolong beriman dan beramal saleh, tidak saja mereka yang berada pada satu kelompok organisasi, melainkan tersebar di seluruh organisasi yang berbeda-beda itu.
                Siapapun dan dari kelompok organisasi manapun, asalkan beriman dan beramal saleh akan dimasukkan ke sorga. Kelompok organisasi hanya berlaku dan ada di dunia ini, dan bahkan lebih banyak organisasi itu hanya ada di Indonesia. Namun begitu seringkali,  orang awam mengira, organisasi itu akan dibawa-bawa sampai akherat.  Mereka sangat mencintai organisasinya, dan hal itu boleh-boleh saja, asalkan dengan kecintaannya itu  tidak sampai membenci orang atau organisasi lainnya. Sebab, saling membenci dalam Islam justru tidak boleh.
                Pertanyaannya adalah bagaimana meraih keimanan itu. Biasanya para mubaligh, guru agama, kyai ustadz, dan juga orang tua dalam berbagai kesempatan menyerukan agar selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Bagaimana cara mendapatkan keimanan dan meningkatkannya, jarang diberikan keterangan secara jelas. Mungkin dalam soal keimanan ini tidak banyak orang tahu, bagaimana mendapatkan, meningkatkan, dan memeliharanya.
                Keimanan selama ini dipandang sebagai hidayah, yakni petunjuk dari Allah. Atas dasar keyakinan itu, maka mendapatkannya dilakukan dengan cara memohon kepada-Nya. Dalam al Qurán, pada surat al Fatehah, terdapat satu ayat yang berbunyi : ihdinashoraathal mustaqiem. Ayat ini selalu dibaca pada setiap rakaát dalam sholat. Artinya, kaum muslimin setidaknya, memohon petunjuk atau hidayah setidaknya 17 kali dalam sehari semalam, dilakukan  secara istiqomah tanpa henti.
                Sekalipun keimanan adalah merupakan hidayah atau pemberian dari Allah, namun manusia  pada setiap saat dianjurkan untuk selalu memohon kepada-Nya, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, dan anak-anaknya, dan bahkan siapapun yang dikehendakinya. Dengan cara ini, atas kehendak-Nya pula seseorang menjadi beriman. Memberikan penekanan bahwa keimanan adalah atas kehendak-Nya terasa sangat penting, karena Allah sendiri yang berhak memberikan hidayah itu.
               
Bekal kedua menuju keselamatan hingga masuk surga,  adalah amal saleh. Saya mengartikan amal saleh secara sederhana. Amal artinya adalah kerja atau berbuat, sedangkan saleh artinya adalah benar, lurus, tepat, atau dalam bahasa sekarang adalah professional. Dari pengertian sederhana ini, amal saleh artinya adalah pekerjaan yang dilakukan secara benar, tepat, lurus atau professional itu.
                Namun akhir-akhir ini muncul wacana untuk memberikan pengertian amal saleh secara lebih luas, hingga memunculkan istilah saleh ritual, saleh intelektual, saleh social, saleh professional dan tentu saleh-saleh  yang lainnya. Perkembangan wacara seperti itu cukup bagus, hingga menjadikan pengertian itu lebih luas dan juga semakin jelas.
                Menyangkut wacana kesalehan itu, akhir-akhir ini muncul analisis bahwa umat Islam selama ini lebih banyak,  baru berhasil mengembangkan kesalehan ritual. Aklibatnya, umat Islam sangat peka terhadap hal-hal yang bersifat ritual ini. Bahkan munculnya perbedaan di antara umat Islam, sehingga belahirkan  berbagai organisasi keagamaan di Indonesia itu, sebenarnya di antaranya, diawali oleh perbedaan-perbedaan dalam membangun kesalehan ritual itu.
                Makna kesalehan dalam Islam itu sedemikian luas. Bahkan pertama kali ayat al Qurán turun, adalah justru membangun kesalehan intelektual.  Ketika itu nabi disuruh untuk membaca dan diperkenalkan  Tuhan dengan nama Yang Maha Pencipta. Persoalan membaca dan juga apalagi  Pencipta adalah wacana yang terkait dengan kesalehan  intelektual. Kesalehan ritual jika tidak diikuti oleh kesalehan social misalnya, dianggap tidak sempurna, bahkan disebut sebagai kebohongan.   
Umpama perbedaan-perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam tersebut  berada pada  wilayah kesalehan intelektual,  social,  dan atau profesional, maka akan benar-benar melahirkan  rahmat. Sayangnya perbedaan itu hanya  terjadi pada wilayah upaya membangun kesalehan ritual, sehingga akibatnya hanya melahirkan kelompok-kelompok  keagamaan, yang kadang kala, di antara mereka mengklaim kebenaran,  yang tidak mudah diuji kesakhehannya. Akhirnya, dengan pemahaman seperti ini, syarat masuk surga,  yaitu bagi orang yang beriman dan beramal saleh, ternyata tidak mudah, tetapi bagaimana pun harus diraih. Wallahu a’lam.    
Pengertian Persatuan ialah ikatan yang terjadi antara dua orang lebih yang mereka melakukan tidak yang sama dalam hal terjadinya peristiwa tertentu. Bila seseorang suatu bangsa maka rakyatnya akan bersatu membela bangssanya.
Dari penjelasan ayat diatas diperoleh kesimpulan bahwa usaha umat Islam terutama para pemuka (ulama/hakim/pejabat) supaya memperbaiki hubungan antara seseorang dengan seseorang yang lain atau kelompok, golongan dengan golongan atau dengan seseorang secara nyata, jangan membiarkan persengkataan atau perselisihan itu berlarut-larut. Para umat tidak boleh berdiam diri asal badan sendiri selamat, kita mesti berbuat, berusaha menghilangkan persengketaan, dan menghidupkan tali persaudaraan antara orang-orang yang bersengketa itu.
Setiap muslim wajib berusaha membangun kukuhnya persatuan dan kesatuan demi tegaknya agama, masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara yang bijaksana dan seadil-adilnya menurut ketentuan Allah SWT. Agama islan adalah agama yang smepurna ajaran-ajarannya, bukan hanya membimnbing manusia mengenal tuhan dan tata cara beribadah kepadanya, tetapi juga memberi petunjuk bagaimana menyusun suatu masyarakat agar tiap-tiap anggotanya dapat hidup rukun, aman dan nyaman, yakni masing-masing hendakalah bertakwa. Allah melarang kita saling membelakangi, suka mencari kesalahan orang lain, hasud, iri dan dengki lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat menimbulkan perselisihan diantara sesama.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan sebuah hadis yang artinya : “Tolonglah saudaramu dalam keadaan menganiaya atau dianiaya. Saya bertanya. Wahai Rasululah, yang ini saya menolongnya karena teraniaya. Bagaimana caranya menolong yang zalim?, Engkau harus melarangnya dari kezaliman itulah cara menolongnya.” (HR Anas r.a)
Hadis tersebut memberi penjelasan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan itu mutlak diperlukan. Terjadinya perbedaan pendapat, baik perorangan maupun kelompok adalah hal yang wajar, karena setiap pribadi memang dianugrahi oelh Allah kemampuan berkreasi dan penalaran yang berbeda-beda. Lebih-lebih para anak muda yang sedang mencari jati dirinya, persaingan anatar individu atau kelompok sulit dihindari sehingga tidak jarang berakhir dengan baku hantam. Dengan kondisi yang demikian, hendaklah segera dibentuk juru damai, baik dari guru maupun pemuka masyarakat agar masalah yang timbul tidak berlarut-larut. Perlu disadari bahwa mereka yang terlibat perselisihan pada umumnya adalah teman kita sendiri, masih sebangsa dan sering pula malah seiman. Maka penyelesaian dengan jalan kekerasan, jelas hanya akan merugikan diri dan bangsa kita sendiri.
Selanjutnya dalam usaha memperjuangkan kebajikan dan amal, janganlah merasa bahwa diri dan kelompoknyalah yang pantas memperoleh bagian dan fasilitas yang lebih dari yang lain. Sikap demikian amat berbahaya jika bersemayam di dada seorang muslim, karena dapat merusak keikhlasan beramal. Hal yang demikian pernah menghinggapi sebagian sahabat nabi seusai perang badar, kemudian oleh Allah dengan firmannya.
Aritnya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS Al Anfal :1)
Ayat diatas memberi dorongan kepada kaum muslimin agar siap memikul tanggung jawab berat melaksanakan dakwah islamiyah secara terpadu, saling melengkapi sesuai dengan kemampuan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Dengan begitu, hal-hal yang menyebabkan terjadinya persengketaan hendaknya dihindari. Unsur penting perekat persatuan dan kesatuan umat ialah takwa, memperbaiki hubungan sesama muslim, tolong menolong, bantu mambantu dengan manaati Allah dan rasulnya disetiap keadaan.


No comments:

Post a Comment